Medical Research

Cangkok Ginjal Babi: Terobosan Baru untuk Pasien Gagal Ginjal

Global Healthwire – Cangkok ginjal babi ke manusia menjadi salah satu terobosan medis yang mengundang perhatian besar dunia, terutama bagi pasien gagal ginjal yang membutuhkan donor organ. Terbaru, seorang pria berusia 62 tahun bernama Richard Slayman menjadi pasien pertama yang berhasil menjalani transplantasi ginjal babi yang telah dimodifikasi secara genetik. Prosedur ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Massachusetts (MGH), Amerika Serikat, dan membawa harapan baru bagi ribuan pasien gagal ginjal.

Keberhasilan Transplantasi Ginjal Babi

Pada 16 Maret 2024, Richard Slayman menjalani prosedur transplantasi ginjal babi hasil rekayasa genetika. Operasi tersebut berlangsung selama empat jam dan kini, dua pekan setelahnya, Richard telah dipulangkan dari rumah sakit dalam kondisi stabil. Ginjal yang ditanamkan dalam tubuhnya kini berfungsi dengan baik, dan Richard tidak lagi memerlukan cuci darah yang telah menjadi beban hidupnya selama bertahun-tahun.

Menurut pihak rumah sakit, keberhasilan transplantasi ginjal babi ini adalah hasil dari kemajuan dalam teknik rekayasa genetika. Hal ini memungkinkan ginjal babi dapat lebih kompatibel dengan tubuh manusia. Ini menjadi langkah penting dalam upaya mengatasi kekurangan donor organ yang selama ini menjadi masalah global, terutama di Amerika Serikat.

“Baca juga: Wisata Kesehatan: Perjalanan Menuju Tubuh Sehat dan Pikiran Segar”

Proses dan Teknologi di Balik Cangkok Ginjal Babi

Ginjal babi yang ditransplantasikan ke Richard telah dimodifikasi oleh perusahaan farmasi eGenesis, yang berbasis di Cambridge. Modifikasi tersebut bertujuan untuk menghilangkan gen babi yang berpotensi berbahaya dan menambahkan gen manusia tertentu yang diharapkan dapat meningkatkan kompatibilitas organ babi dengan tubuh manusia. Ini merupakan bagian dari penelitian tentang xenotransplantasi, yaitu transplantasi organ antarspesies, yang telah dilakukan selama lima tahun terakhir.

Prosedur ini mendapat lampu hijau dari Food and Drug Administration (FDA) melalui Protokol Akses yang Diperluas. Protokol ini memungkinkan penggunaan pengobatan eksperimental untuk pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa. Hal ini memberikan kesempatan bagi mereka yang membutuhkan solusi medis alternatif yang belum disetujui secara luas.

“Simak juga: Maksimalkan Hobi Olahraga dengan 7 Wearable Terbaik yang Wajib Kamu Miliki”

Harapan Baru bagi Pasien Gagal Ginjal

Richard, yang sebelumnya menjalani transplantasi ginjal manusia pada 2018 namun gagal pada 2023, menyatakan bahwa prosedur ini bukan hanya tentang menyelamatkan hidupnya, tetapi juga memberikan harapan bagi ribuan orang lain yang membutuhkan transplantasi organ. Dia berharap teknologi ini dapat membuka jalan untuk penyelesaian masalah kekurangan organ yang selama ini mengancam nyawa banyak orang. Terutama di komunitas etnis minoritas yang lebih banyak terdampak oleh kekurangan donor.

Dalam dunia medis, langkah ini dianggap sebagai terobosan besar. Terutama karena banyaknya pasien yang membutuhkan transplantasi ginjal namun tidak mendapatkan donor yang sesuai. Data dari organisasi nirlaba AS, United Network for Organ Sharing, mencatat bahwa lebih dari 100 ribu orang di Amerika Serikat membutuhkan transplantasi organ untuk menyelamatkan hidup mereka. Namun hanya ada sekitar 23 ribu pendonor setiap tahunnya. Di sisi lain, ginjal adalah organ yang paling banyak dibutuhkan untuk transplantasi.

Tantangan dan Potensi Masa Depan

Meski transplantasi ginjal babi ini berhasil, penggunaan organ babi dalam prosedur transplantasi masih menghadirkan tantangan. Sebelumnya, dua pasien lainnya telah menerima transplantasi jantung babi, tetapi keduanya meninggal setelah operasi, kemungkinan besar karena penolakan organ oleh sistem kekebalan tubuh. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan signifikan, tantangan imunosupresi tetap menjadi salah satu hambatan utama dalam xenotransplantasi.

Namun, keberhasilan transplantasi ginjal babi ini memberikan harapan bahwa teknologi rekayasa genetika dapat membuka peluang baru bagi pasien yang membutuhkan transplantasi organ. Ha ini juga dapat mengurangi ketergantungan pada pendonor manusia yang terbatas.