Global Health Wire – Tobacco Harm Reduction (THR) menjadi salah satu konsep yang kini banyak dibicarakan oleh pakar kesehatan di seluruh dunia. Pendekatan ini dianggap mampu mengurangi risiko kesehatan akibat kebiasaan merokok dan memberikan alternatif yang lebih aman bagi para perokok aktif. Di beberapa negara maju, konsep ini telah berhasil diterapkan dengan hasil yang signifikan dalam mengurangi prevalensi merokok dan dampak kesehatan terkait.
Pakar kesehatan dari berbagai negara, termasuk Indonesia, mulai mendorong penerapan Tobacco Harm Reduction sebagai salah satu upaya strategis dalam menangani tingginya prevalensi merokok. Salah satu pakar yang menyoroti pentingnya THR adalah Assoc. Prof. Ronny Lesmana, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad).
Menurut Ronny, melalui laporan “Lives Saved Report” yang diterbitkan oleh Global Health Consults, penerapan konsep THR dapat memberikan dampak positif yang signifikan dalam mengurangi jumlah perokok dan risiko kesehatan yang ditimbulkannya. “Konsep ini telah terbukti berhasil di negara-negara seperti Swedia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Jutaan orang telah terbantu beralih dari rokok ke alternatif yang lebih rendah risiko,” ujar Ronny, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (25/1/2025).
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa penerapan THR secara luas dapat menyelamatkan hingga 4,6 juta nyawa pada tahun 2060. Potensi penurunan angka kematian mencapai 123.000 jiwa per tahun. Angka ini menjadi harapan besar bagi negara seperti Indonesia, yang menghadapi tantangan besar akibat tingginya jumlah perokok.
“Baca juga: Tips Jalan Kaki untuk Perut Rata: Waktu yang Dibutuhkan”
Tobacco Harm Reduction adalah pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi risiko kesehatan dan sosial yang berkaitan dengan kebiasaan merokok. Prinsip utama THR adalah memberikan perokok aktif alternatif pilihan yang lebih aman. Seperti rokok elektrik atau produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products).
Dengan memberikan akses terhadap produk alternatif yang memiliki risiko lebih rendah, diharapkan perokok aktif dapat mengurangi kebiasaan merokok konvensional atau berhenti sama sekali. Konsep ini tidak hanya berbicara tentang pengurangan bahaya bagi individu, tetapi juga efek positif secara sosial dan ekonomi.
Sebagai negara dengan prevalensi merokok tertinggi kedua di dunia, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengendalian konsumsi rokok. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi merokok di Indonesia diproyeksikan meningkat dari 31,7 persen pada tahun 2000 menjadi 37,5 persen pada tahun 2025.
Selain itu, sekitar 300.000 kematian di Indonesia setiap tahunnya disebabkan oleh konsumsi rokok. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya upaya pengendalian rokok melalui pendekatan baru seperti THR.
Ronny Lesmana menekankan bahwa penerapan konsep THR membutuhkan dukungan kebijakan publik yang berorientasi pada kesehatan masyarakat. “Alternatif yang lebih rendah risiko untuk mendorong peralihan, ataupun berhenti sama sekali, patutnya mendapat perhatian lebih dari sisi kebijakan,” jelasnya.
“Simak juga: Virus HMPV: Tantangan Baru dalam Dunia Kesehatan, Bagaimana Cara Penanganannya?”
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Prof. Dr. Wahyu Widowati, juga mengungkapkan pentingnya regulasi berbasis ilmiah untuk mendukung penerapan Tobacco Harm Reduction di Indonesia. Ia menekankan bahwa pemerintah perlu menyusun kebijakan yang efektif dan komprehensif untuk mengatasi permasalahan merokok di Indonesia.
Wahyu juga menyoroti pentingnya penelitian lebih lanjut tentang produk alternatif rokok rendah risiko. “THR ini menjadi alternatif yang baik untuk mendorong konsep pengurangan bahaya. Harus terus didorong penelitian yang lebih banyak agar semakin menggambarkan manfaat yang bisa diambil,” ungkapnya.
Lebih dari sekadar regulasi, penelitian yang mendalam akan membantu menciptakan dasar ilmiah yang kuat untuk penerapan THR. Hal ini juga akan memberikan data yang akurat dalam mendukung kebijakan pengendalian rokok yang lebih efektif.
Kesuksesan konsep THR di beberapa negara berpenghasilan tinggi, seperti Swedia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat, dapat menjadi pelajaran penting bagi Indonesia. Di negara-negara tersebut, masyarakat sudah semakin sadar akan manfaat THR sebagai upaya pengurangan risiko merokok.
Langkah serupa perlu diadaptasi di Indonesia dengan memperkuat layanan pengobatan kanker paru-paru, mempromosikan penggunaan produk alternatif rendah risiko, dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengurangan risiko tembakau.